Senin, 19 Desember 2016

Perkembangan Disiplin


B.      Perkembangan Disiplin
Disiplin berasal dari kata disciple yang artinya adalah belajar secara sukarela mengikuti pemimpin dengan tujuan untuk dapat mencapai pertumbuhan dan perkembangan secara optimal. Pokok utama disiplin adalah peraturan. Peraturan adalah pola tertentu yang ditetapkan untuk mengatur perilaku seseorang. Peraturan yang efektif untuk anak adalah peraturan yang dapat dimengerti, diingat dan diterima. Disiplin sangat penting diajarkan pada anak untuk mempersiapkan anak belajar hidup sebagai makluk sosial.
Adapun tujuan disiplin pada anak terbagi atas tujuan jangka pendek dan tujuan jangka panjang. Tujuan jangka pendek yaitu untuk membuat anak-anak terlatih dan terkontrol, dengan mengajarkan bentuk perilaku yang pantas dan tidak pantas bahkan yang masih asing bagi mereka. Tujuan jangka panjang antara lain untuk membentuk perkembangan pengendalian diri sendiri (self control dan self direction), anak-anak dapat mengarahkan diri sendiri tanpa pengaruh dan pengendalian dari luar.
Taraf perkembangan disiplin menurut Kohlberg :
1.        Disiplin karena ingin memperoleh kesayangan atau takut dihukum.
Contoh : anak mengikuti peraturan karena ingin disayang orang tua atau orang dewasa. Anak tidak mempunyai perasaan bersalah jika anak melakukan pelanggaran.
2.       Disiplin jika kesenangan dipenuhi
Contoh : anak mau tidur siang setelah dibelikan es cream
3.        Disiplin karena mengetahui ada tuntutan di lingkungan
Contoh : anak semakin memahami ada aturan di luar lingkungannya seperti kesekolah dengan pakaian seragam
4.        Disiplin karena sudah ada orientasi terhadap otoritas
Contoh : anak tahu aturan untuk tidak boleh buang sampah sembarangan
5.        Disiplin karena sudah melakukan nilai-nilai sosial, tata tertib atau prinsip-prinsip
Contoh : anak mulai dapat memilah yang baik dan yang buruk
Perkembangan disiplin anak usia dini
1. Masa bayi 0 sampai 3 tahun

Pada masa ini anak sudah mampu mengikuti pola disiplin walaupun sedikit menyulitkan. Disiplin dapat terbentuk berdasarkan pembentukan kebiasaan orang tua, misalnya : menyusui tepat waktu, makan tepat waktu, tidur tepat waktu, dan toilet training.
2. Masa kanak-kanak usia 3 sampai 8 tahun

Anak mulai patuh terhadap tuntutan atau aturan orang tua dan lingkungan sosialnya, dapat merapikan kembali mainan yang habis digunakan, mencuci tangan sebelum dan sesudah makan, membuat peraturan/tata tertib di rumah secara menyeluruh.

Perkembangan Moral


A.   Perkembangan Moral
Perilaku moral secara umum adalah perilaku yang sesuai dengan standar moral dari kelompok sosial tertentu. Jadi perilaku moral dikendalikan dari konsep moral yang dimana konsep moral ini terbentuk dari peraturan perilaku yang telah menjadi kebiasaan bagi anggota suatu budaya.  Jika perilaku moral maka diidentifikasikan perilaku tak bermoral dan amoral. Adapun pengertian daro perilaku tak bermoral dan amoral adalah sbb:
1.     Perilaku tak bermoral merupakan perilaku yang tidak sesuai dengan harapan sosial atau konsep moral yang diakui masyarakat.
2.    Perilaku amoral/non moral merupakan perilaku yang ditampilkan karena ketidakacuhan terhadap harapan kelompok sosial dan bisa saja terjadi karena orang tersebut belum memahami peraturan atau ketentuan moral yang ada dalam lingkungan tersebut (dilakukan tidak sengaja dilakukan).
Perkembangan moral yang terjadi pada anak-anak menurut usia
a.    Usia 0 sampai 3 tahun

Seorang bayi yang baru dilahirkan merupakan makluk yang belum bermoral (amoral/non moral). Bayi atau anak-anak yang masih muda tidak mengetahui norma benar dan salah. Tingkah laku anak dikuasai oleh dorongan yang tidak dikuasai tingkah laku tersebut didasari dengan kecenderungan bahwa apa yang menyenangkan akan diulang, sedangkan yang menyakitkan atau yang tidak enak tidak akan diulang. Sementara untuk anak usia 3 tahun adalah seandainya disiplin telah ditanamkan dengan teratur pada anak maka anak akan mengetahui perbuatan apa yang diperbolehkan dan benar dan perbuatan apa yang tidak disetujui atau salah. Jika disiplin sudah mulai diajarkan sejak anak berusia 3 tahun tentang apa yang boleh/benar dan yang tidak/salah, maka anak akan semakin mengetahui perbuatan tersebut disetujui atau tidak oleh lingkungannya.
b.    Usia 3 sampai 6 tahun
Pada usia ini moralitas dalam kelompok sosial harus sudah terbentuk pada anak. Anak tidak lagi terus menerus diterangkan mengapa perbuatan ini salah atau benar namun ditunjukkan bagaimana harus bertingkah laku dan jika tidak dilakukan maka anak akan memperoleh hukuman. Usia 5 sampai 6 tahun, anak sudah harus patuh terhadap tuntutan atau aturan orang tua dan lingkungan sosialnya.
c.    Usia 6 tahun sampai remaja
Pada masa ini anak laki-laki maupun perempuan belajar untuk bertingkah laku sesuai dengan apa yang diharapkan oleh kelompok. Pada usia 10 sampai 12 tahun anak dapat mengetahui dengan baik alasan-alasan atau prinsip-prinsip yang mendasari aturan. Kemampunanya sudah berkembang sehingga mampu membedakan macam-macam nilai moral serta menghubungkan konsep-konsep moralitas mengenai kejujuran, hak milik, keadilan dan kehormatan.
1)    Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan moral pada anak :
a)    kurang tertanam jiwa agama pada setiap orang dalam masyarakat
b)   keadaan masyarakat yang kurang stabil
c)    banyak tulisan dan gambar yang tidak mengindahkan dasar moral
d)   tidak terlaksana pendidikan moral yang baik
e)   kurangnya kesadaran orang tua akan pentingnya pendidikan moral sejak dini
f)    banyak orang melalaikan budi pekerti
g)   suasana rumah tangga yang kurang baik
h)   kurang ada bimbingan untuk mengisi waktu luang
i)     kurang tempat layanan bimbingan

2)   Menumbuhkan kecerdasan moral pada anak
a)    Menghidupkan imajinasi moral artinya menumbuhkan kemampuan individu untuk merenungkan mana yang benar dan mana yang salah.
b)   Perilaku moral anak tumbuh sebagai tanggapan terhadap cara anak diperlakukan di rumah dan di sekolah
3)   Stimulasi perkembangan moral anak
a)    Orang tua menanamkan dasar pada anak untuk dapat mempercayai orang lain
b)   Memberikan rangsangan dalam kehidupan sehari-hari, misalnya mengucapkan salam, dll.
c)    Orang tua menjalin hubungan yang erat dengan anak, membicarakan pada anak tentang masalah yang dialami sehari-hari.
4)   Masalah moral pada anak
1. Anak yang pendusta
Sebab :
Kekerasan dan kekasaran para orang tua dan guru
Orang tua yang pendusta
Kesadaran anak akan kekurangannya
Ingin dipuji dan terdorong oleh nurani cinta diri
Khayalan atau imajinasi
Cerita bohong dari orang tua atau guru

Solusi :
Contoh teladan orang tua/guru dalam kehidupan sehari-hari
Memberi tugas yang sesuai dengan kemampuan anak
Memberikan reward dan hukuman yang sesuai dengan usia anak
Memberikan sesuatu hal yang nyata/benar sehingga anak dapat mengikuti pelajaran moral

2. Anak yang pencuri
Sebab :
Anak tidak memperoleh sesuatu yang amat dibutuhkan
Keinginan anak untuk berpetualang seperti kisah heroik yang pernah didengar.
Meniru perbuatan orang lain
Cemburu dan dendam
Rasa ingin memiliki

Solusi :
Mencukupkan kebutuhan primer anak
Adanya pengarahan ke arah yang positif dengan cara mengalihkan anak pada kegiatan yang bermanfaat
Mengenalkan konsep sayang terhadap sesama dan toleransi terhadap orang lain serta konsep hal milik



Referensi
Elizabeth B Hurlock (1978). Perkembangan Anak Jilid 1. Jakarta:Erlangga. Bambang Sujiono & Yuliani Nurani Sujiono (2005). Mencerdaskan Perilaku Anak Usia Dini. Jakarta:PT. Elex Media Komputido.

Selasa, 23 Agustus 2016

Permainan Tradisional Sulawesi Selatan “Mallogo”


Permainan Tradisional Sulawesi Selatan “Mallogo”
Mata Kuliah
Bermain dan Permainan
Dosen Pengampu
Dwi Hastuti, S.Pd,.M.Pd


2.jpg

Oleh:

Yola Wredha Murti                       1400002015
PGPAUD
IV/A


PENDIDIKAN GURU PENDIDIKAN ANAK USIA DINI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN
2016
A.    Sejarah Dan Asal Permainan
Mallogo (Bugis) atau allogo (Makassar) adalah salah satu permainan tradisional masyarakat Sulawesi Selatan (Sulsel). Permainan ini mengandung nilai pendidikan seperti kejujuran dan sportivitas. Meskipun kini mallogo atau allogo jarang dimainkan lagi, namun masyarakat Sulsel senantiasa merasakan kerinduan untuk melihat permainan ini. Kerinduan ini bukti bahwa mereka begitu terikat pada tradisi leluhurnya (Permainan mallogo atau allogo berupa tempurung kelapa kering yang dibentuk segitiga (logo), lalu dipukul dengan sepotong bambu yang dibelah dan dibentuk seperti pemukul golf. Dahulu mallogoatau allogo biasa dimainkan masyarakat sebagai hiburan untuk mengisi waktu luang sembari menunggu atau seusai panen.
Pada masa lalu, selain masyarakat awam, malogo atau allogo juga lazim dimainkan oleh kaum bangsawan. Oleh karena itu, terdapat dua jenis logoLogo untuk bangsawan terbuat dari tanduk kerbau, seng, atau besi yang disepuh emas, sedangkan logo rakyat dari tempurung kelapa kering (Punagi, 1960: 48; Pabittei, 2009: 70).     
B.     Pengertian Mallogo
Mallogo memiliki istilah-istilah khusus yang harus dipahami oleh setiap pemain. Istilah-istilah tersebut. Olo, istilah untuk menyebut orang atau kelompok yang pertama memukul. Boko, istilah untuk orang atau kelompok pemukul selanjutnya. Ambaq, istilah untuk orang atau kelompok yang melakukan pukulan. Logo mate, istilah untuk logo yang ada pada jajaran pertama dalam posisi terlungkup setelah dipukul. Logo tuwu, istilah untuk orang atau kelompok yang berhasil menjatuhkan satu atau lebih logo kecil. Senteng, sebutan untuk logo yang jatuh semua. Lepa atau piping, sebutan untunk pukulan yang hanya mengenai logo kecil tapi tidak sampai jatuh. Rencing, sebutan untuk pukulan pertama, dan kedu-duanya batal. Bacu, sebutan untuk pukulan yang hanya membuat antar logo saling bersentuhan tapi tidak jatuh.
C.     Karakteristik
Mengembangkan kemampuan bahasa anak dan sosial anak, mengembangkan motorik kasar dan halus, dan mengenalkan permainan tradisional dari daerah lain di Indonesia.
D.    Peralatan
Permainan mallogo hanya memerlukan peralatan sederhana, yaitu logo dari tempurung kelapa kering dan sebilah bamboo sebagai pemukul (paqcampaq). Logo dibuat dua bentuk, yaitu logo kecil ukuruan 7-8 cm sebanyak 6-8 buah dan logo besar ukuran 15 cm.
E.     Cara Permainan
Cara Bermain Malogo :
1.      Setelah alat bermain malogonya sudah lengkap dan para pemain sudah siap, tahap pertama lakukanlah pimplah (hompimpa) agar para pemain bisa di bagi dua. Dianjurkan jumlah pemainnya genap sehingga dimudahkan membaginya.
2.       Setelah di bagi menjadi dua tim, masing-masing ketua tim Pingsut (suit) mencari siapa yang jaga dan menyerang. Jika sudah buat 2 garis sekitar 1 meter yang jaraknya jangan terlalu jauh, garis pertama untuk menaruh Logo dan garis ke dua untuk start para pemukul untuk menyerang logo yang berada di garis. Para penyerang memukul undasnya harus mengenakan logo yang terletak di garis sampai habis. Cara Bermain Yang Sudah Dimodifikasi :
Cara permainan yang awal ini sama seperti setelah alat bermain Balogonya sudah lengkap dan para pemain sudah siap, tahap pertama lakukanlah pimplah (hompimpa) agar para pemain bisa di bagi dua. Dianjurkan jumlah pemainnya genap sehingga dimudahkan membaginya. Setelah di bagi menjadi dua tim, masing-masing ketua tim Pingsut (suit) mencari siapa yang jaga dan menyerang. Jika sudah buat 2 garis sekitar 1 meter yang jaraknya jangan terlalu jauh, garis pertama untuk menaruh Logo dan garis ke dua untuk start para pemukul untuk menyerang logo yang berada di garis. Para penyerang memukul undasnya harus mengenakan logo yang terletak di garis sampai habis. Jika ada yang tersisa dan jatah memukulnya sudah habis maka harus gantian yang menyerang, misalkan tim 1 menyerang dan tidak menyisakan logo yang masih berdiri di garis maka tim 1 yang gantian jaga dan tim 2 yang menyerang.
               
F.      Nilai Yang Dikembangkan
1.      Melatih ketangkasan dan ketenangan.
2.      Olahraga.
3.      Melestarikan tradisi.
4.      Menjaga kekompakan.
5.      Seni.
G.    Aspek Perkembangan                  
1.      Aspek Motorik Kasar
. Sehinga pada aspek motorik kasar kegiatan bermain ini anak melakukan kegiatan berjalan, berlari, jongkok, memukul bambu atau kayu yang buat bermain.
2.      Aspek Motorik Halus
Pada kegiatan ini bermain ini anak melakukan kegiatan menyentuh dan menggengam bambu yang buat main, gacok (genting pecah) dan tempurung kelapa yang di tumpuk.
3.      Aspek Kognitif
Kemampuan ini selanjutnya berkembang menjadi kemampuan berfikir logis yang selanjutnya menentukan apakah anak mampu memahami lingkungannya.
4.      Kemampuan Bahasa                                                                                
           . Pada kegiatan bermain ini anak sangat banyak melalukan interaksi dengan lawan main atau pun pemain yang sama satu kelompok, sehingga anak tidak menyadari bahwa dalam bermain malogo ini anak melalukan interksi yang banyak, dan rasa percaya diri anak mulai tumbuh dalam permainan ini.
5.      Aspek Emosi
. Pada permaiana ini anak harus bisa menahan emosinya karena pada saat akan memukul gajok supaya mengenain batoknya anak harus sabar dan konsetrasi supaya bisa mengenai batoknya.
6.      Aspek sosial
Pada saat anak melakukan permainan malogo ini anak secara tidak langsung bersosialisai dengan teman sebayanya atau pun lingkungan bermain.
Sumber Pustaka
Abu Bakar Punagi, 1960. Permainan logo dan tana Bugis. Majalah adat istiadat dan cerita rakyat ke 3. Jawatan Kebudayaan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Sulawesi Selatan.
Aminah Pabittei, 2009. Permainan Rakyat Daerah Sulawesi Selatan. Sulawesi Selatan: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata.
Abu Bakar Punagi, 1960: 45; Aminah Pabittei, 2009: 68